Kamis, 16 Juli 2020

Aku menyesal telah menikmati ribuan percakapan denganmu



Simpan, diam dan rasakan


Sudah tabiat, memang, bahwa aku selalu membiarkan hidupku berjalan tanpa rencana. Rasanya lebih baik begitu, supaya besok jika rencana itu tidak berjalan baik, aku bisa melanjutkan hidupku tanpa menyesali apa-apa. Ternyata, harusnya itu tak kulakukan jika menyoal kamu.

Sejak bertemu denganmu, aku tak memiliki rencana apa-apa. Aku hanya membiarkannya mengalir apa adanya. Itu sebabnya aku begitu saja menghanyutkan diri dalam ribuan percakapan denganmu. Aku menikmatinya, baru kali ini aku menemukan seseorang yang benar-benar ‘bisa’ kuajak ‘bicara’. Kau berbeda; cerdas tanpa membuatku merasa kebas, selalu jenaka bahkan saat hatimu sedang tidak baik-baik saja.

Ketika pagi, kau akan mengirimkan sebaris kata-kata yang membuat senyumku menantang mentari. Saat malam tiba, kita selalu menyempatkan diri saling bicara meski hanya lewat udara. Tanpa sadar, aku telah menganggapnya sebagai sebuah kebiasaan yang harus selalu kulakukan.

Lalu kau mulai bermain dengan kenakalanmu, dan sejak itu kau seolah pergi hingga ke bulan.

Sungguh, aku tak pernah menyangka bahwa aku akan tiba di titik ini. Aku telah menjadikan percakapan denganmu sebagai sebuah kebiasaan, dan ketika kini kita tak lagi melakukannya, dunia seolah menghujaniku dengan kesepian. Aku telah membiarkan diriku membutuhkanmu, dan kini tak ada yang bisa kulakukan untuk mengembalikan perhatianmu.

Harusnya, sejak awal aku tak menikmati percakapan kita. Harusnya, sejak awal kurencanakan bahwa kita tak boleh terlalu jauh saling bercerita.

Harusnya, kurencanakan apa yang akan kulakukan jika tiba saatnya kau sudah tak lagi ada.
Baca selengkapnya » 0 komentar

Cerita Dia

Pagi tadi, aku sengaja bangun lebih lama. Aku sedang tidak ingin memikirkan apa-apa, membiarkan alam bawah sadar yang menentukan ke mana pikiranku harus berkelana.

Namun, matahari mulai menyengat, kasurku berubah menjengkelkan seperti gigitan ngengat. Aku terpaksa bangun, menghadapi kenyataan yang kembali membuatku tertegun.

Sulit rasanya untuk berdiri ketika duniaku sudah runtuh sejak kemarin pagi.

Aku tidak bercanda ketika kubilang bahwa aku mencintainya. Itu sebabnya aku menjalani hubungan kami seserius yang kubisa. Kau tahu apa yang lucu? Sering kali saat kita sudah memiliki pasangan, saat itu juga semesta seolah mengirimkan lebih banyak orang ke kehidupan kita, menawarkan cinta. Kabar baiknya, aku adalah orang yang tak main-main dengan komitmen. Tentu saja aku berhasil mengabaikan mereka. Aku hanya punya satu hati, rasanya tak akan cukup jika kubagi-bagi.

Namun, rupanya, hal itu tak berlaku untuknya. Tawaran semesta terlalu menggiurkan untuk dia abaikan, dan dia membagi hatinya seolah masih tak bertuan. Percakapan-percakapan kami tentang hari tua bersama, ternyata hanya omong kosong yang serta merta ia lupakan di detik berikutnya. Entah ia yang memang tak cinta, atau hatinya yang terbuat dari baja.

Segalanya mungkin akan lebih mudah dihadapi, jika ia berterus terang saja dan undur diri. Namun, rasa ingin tahuku tak bisa kutahan, teramat yakin bahwa banyak hal janggal yang perlu kutemukan.

Ingin rasanya aku melemparnya ke neraka, ketika kudapati ia sedang melakukan persis seperti yang selama ini kukira. Aku hanya bisa ternganga, melihat tubuh mereka mendesah di atas ranjang yang sama (fikiranku).

Rasanya, aku tak akan kuat menghadapi hari ini. Ingin rasanya mengurung diri, membiarkan segalaku dilarung sepi.

Namun, matahari mulai menyengat, kasurku berubah menjengkelkan seperti gigitan ngengat.
Aku terpaksa bangun
...
mungkin perlu memberinya kopi beracun.



Sial, aku selalu kalah dalam semua hal

Baca selengkapnya » 0 komentar

Jembatan Ampera Palembang

Kota Palembang adalah ibu kota provinsi Sumatra Selatan. Palembang adalah kota terbesar kedua di Sumatra setelah Medan. Kota dengan luas wilayah 400,61 km² ini dihuni oleh lebih dari 1,8 juta penduduk pada 2018. Diprediksikan pada tahun 2030 mendatang kota ini akan dihuni 2,5 Juta orang. Wikipedia
Provinsi: Sumatera Selatan


Baca selengkapnya » 0 komentar

Dibalik Semak

Yang paling sulit bukanlah berpura-pura bahagia di depan semua orang. itu hal mudah, aku bertemu teman-teman,, tertawa atas beberapa lawakan, bertingkah seolah tak ada yang disembunyikan.


Namun yang sulit adalah menghadapi diri sendiri saat aktivitas mulai mereda. saat malam hari menghadapi kamar kosong dan hampa. Saat waktu bekerja sudah berakhir, dan yang tersisa adalah diri sendiri dengan pikiran-pikiran yang tiba-tiba hadir, saat kita memeluk diri sendiri di balik selimut.
Saat itulah segala hal tentang ku dikembalikan pada diriku sendiri. dan aku menyadari bahwa ada ruang kosong dengan bait-bait sendu tanpa nada.
Lalu, aku sadar, yang paling sulit bukanlah berpura-pura bahagia di depan semua orang, tapi jujur pada diri sendiri bahwa memang aku tak sepenuhnya bahagia.
Baca selengkapnya » 0 komentar

Copyright © ADE WARLIS 2010

Template By Nano Yulianto